Abraham Geiger: Alquran adalah Mimesis Tradisi Pra-Islam
Sanggahan terhadap Geiger: Meski Serupa, Alquran Tak Sama Dengan Teks Agama Lain
Sebagai sebuah
teks, Alquran dapat dipahami dari sejarah bermulanya teks itu dibentuk dan
difungsikan. Salah satu kajian yang mendalami konsep tersebut adalah kritis
historis. Dari kajian itu, serta dengan dorongan pengetahuan rasional, dapat
ditelusuri teks Alquran dan sejarahnya. Konsep seperti itulah yang mendominasi
model penelitian para sarjana Barat sejak abad ke-19. Abraham Geiger
(1810-1874), misalnya dianggap sebagai sarjana pertama yang menerapkan
pendekatan kritik-historis terhadap Alquran. Bahkan, pada 1883, ia menerbitkan
sebuah buku yang berjudul 'Was hat Mohammed aus dem Judentum aufgenommen?'
(Dirk Hatwig 2009:241).
Dalam bukunya itu,
ia memaparkan bahwa Nabi Muhammad, dalam memproduksi Alquran, banyak
menyisipkan tradisi-tradisi Yahudi. Sontak, pemikiran ini pun beranak pinak
seperti yang dikembangkan Günther Luling dan Christoph Luxemberg. Buku 'Der
Koran und sein religiöses und kulturelles Umfeld' (2010) editan Tilman
Nagel, dianggap sebagai karya terbaru yang menghimpun beberapa hasil kajian
historis kritis ala Geiger. Alquran, dipahami mereka, sebagai sebuah teks
`epigonik'. Dalam pengertian bahwa Alquran merupakan imitasi dari teks-teks
pra-Islam. Pandangan itu pun melahirkan kontroversial di kalangan sarjana
Muslim dan sarjana Barat yang tidak berada dalam 'gerbong' pemikiran tersebut.
Kecenderungan
penelitian seperti itu boleh dikatakan sebagai `tren baru studi historis-kritis
terhadap Alquran'. Namun, proyek tersebut memiliki tiga penyangga utama. Pertama,
dokumentasi atas manuskrip-manuskrip Quran awal berikut variasi qira'at-nya
terlebih dahulu diperhatikan. Tapi, pendokumentasian itu tidak ditujukan untuk
membuat teks edisi kritis Alquran. Jika ditilik dari manuskrip Alquran, mereka
hanya membuat data bank, seperti lokasi, penanggalan, dan aspek-aspek paleografis
dari setiap manuskrip. Saat ini, bank data terdiri atas 250 entri dan setiap
entri memiliki sejumlah foto manuskrip. Jumlah foto yang telah digitalisasi
dalam beberapa komputer mencapai 3.500. Sementara bank data tentang variasi
bacaan Alquran, seseorang dapat menemukan semua cara baca (qira'at)
Alquran, baik qira'at yang dianggap sebagai qira'at mutawatirah (diriwayatkan
oleh sejumlah besar perawi), qira'at masyhurah (diriwayatkan oleh relatif
banyak perawi), maupun qira'at syadzdzah (yang tidak termasuk kedua macam
qira'at tersebut).
Penyangga kedua,
para sarjana yang terlibat dalam proyek tersebut juga dituntut melakukan
penelitian dan kajian serta membuat bank data terkait dengan apa yang mereka
sebut dengan Texte aus der Welt des Quran (teks-teks di sekitar
Alquran). Target dari kajian tersebut adalah menemukan kesamaan teks Alquran
dengan teks-teks lain pada masa turunnya wahyu Quran. Kajian seperti ini
dikenal dengan istilah `intertekstualitas' antara ayat-ayat Aquran dan
teks-teks dari tradisi pra-Islam, seperti Alkitab, teks Yahudi pasca-biblikal,
dan puisi Arab klasik. Mereka menafsirkan Intertekstualitas ini, sebagai
landasan agar menguatkan rekonstruksi teks-teks yang ada di sekitar Alquran
(Marx 2008:51).
Dan, penyangga terakhir,
mereka telah dan sedang memproduksi apa yang mereka sebut sebagai 'der
historischkritische literaturwissenschaftliche Kommentar des Quran'
(interpretasi historis-kritis dan sastrawi terhadap Alquran). Konstruksi atas
interpretasi ini dibangun melalui beberapa pondasi. Teks Alquran dan
terjemahannya dalam bahasa Jerman, adalah pondasi pertama. Teks Arab didasarkan
pada qiara'at Hafsh dari `Asim. Terjemahan Alquran sebagian besar berasal dari
terjemahan Rudi Paret dengan beberapa penyesuaian tertentu. Pondasi kedua
adalah studi tentang urutan kronologis wahyu. Dalam posisi ini, mereka ingin
merekonstruksi dinamika teks Alquran sehubungan dengan aspek
linguistik/sastranya. Juga, apa yang mereka sebut "kritik sastra"
dalam arti mereka memberikan penjelasan struktur sastra Alquran dalam
menyampaikan pesan tertentu.
Sanggahan terhadap Geiger: Meski Serupa, Alquran Tak Sama Dengan Teks Agama Lain
Jika, para
orientalis abad ke-19 memahami Alquran sebagai kumpulan imitasi/tiruan dari
teks-teks pra-Islam, Anglika Neuwirth, Nicolai Sinai, Michael Marx, dan Dirk
Hartwig kebalikannya. Mereka memosisikan Alquran dalam penelitian seobjektif
mungkin. Kesimpulannya Alquran bukanlah `teks epigonik', yang merupakan
hasil imitasi beberapa teks lain dari tradisi praIslam.
Umumnya mereka memiliki
kesamaan pandangan dan memberikan antithesis perlawanan atas pemikiran Geiger tersebut.
Mereka menolak pandangan bahwa Alquran hanyalah copy-paste atas
`teks-teks pra-Islam'. Hal itu terlihat dari wawancara pada 2 Juli 2010 dan
penelusuran beberapa artikel mereka. Salah satunya adalah proyek yang dikenal
dengan Corpus Coranicum, yang sedang dilakukan di
Berlin-Brandenburgische Akademie der Wissenschaften di Jerman. Konsep Ala
Geiger dengan para 'penentang' ini sebenarnya tidak jauh berbeda. Paradigma lah
yang membedakan kedua pemikiran tersebut. Dalam konsep 'para penentang',
Alquran diposisikan sebagai `teks polifonik' dan bukan mimesis (tiruan) dari
teks-teks sebelumnya, seperti yang didengungkan Geiger.
Alquran,
ditegaskan mereka, walaupun dalam beberapa kasus memiliki paralelitas dan
kemiripan dengan teks-teks lain, namun 'independensinya' tetap terjaga. Hal itu
terlihat dari karakteristik dari Alquran dan dinamikanya, baik dari segi bahasa
maupun isi. Neuwirth pun membandingkan salah satu surat di Alquran yakni
al-Rahman dengan di kitab Zabur. Menurut dia, walaupun kedua teks tersebut
memiliki paralelitas/interseksi, namun tetap Alquran memiliki gaya sendiri
dalam struktur sastra dan spirit, bahkan lebih spesifik dalam hal isi dan pesan
(Neuwirth 2008:157-189). Pemikiran yang tidak jauh berbeda juga
diperlihatkan Nicolai Sinai ketika meneliti QS. An-Najm.
Dirk Hartwig,
ketika diwawancarai tanggal 2 Juli, tak bisa menahan kritikkannya terhadap
Christoph Luxemberg yang mengatakan bahwa Alquran adalah salinan teks dari
tradisi Kristen yang berbahasa Syro-Aramaik.
Sumber:
Sumber:
- http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/09/18/135290-ketika-suku-arya-memahami-alquran;
- http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/09/18/135295-balasan-atas-teori-memesis-alquran-geiger
- http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/09/18/135298-meski-serupa-alquran-tak-sama-dengan-teks-agama-lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar